Berkali-kali
mereka terlihat bersitegang. Urat syaraf di wajah mereka makin terlihat jelas
saja. Semu merah guratan marah tercetak nyata. Cukup mudah sebenarnya, hanya
antara memasukkan data itu atau tidak di dalam bahan presentasi mereka.
“kalau kau memasukkan
data-data itu, maka akan banyak pertanyaan yang timbul nay, dan kau tahu kan?
Buku-buku referensi kita udah di kembaliin. Bagaimana kita bisa jawab
pertanyaan coba!” tandas mahasiswi berkerudung merah itu.
“Kau kan tahu
bagaimana mungkin makalah hanya 4 halaman kayak gini, masi ada cover latar
belakang sama penutup. Bahan presentasi tinggal 1 halaman? Apa yang mau
dipresentasikan kalau kayak gitu?” bantah mahasiswi yang berkerudung hitam.
Aku
pun tak ambil pusing ulah kedua mahasiswi itu, bahkan sudah menjadi hal yang
biasa ketika perdebatan terjadi hanya persoalan berapa banyak lembar halaman
yang akan dipresentasikan. Aku hanya dapat membuang tatapan mata ke arah lain,
memperhatikan mahasiswa dan mahasiswi yang berlalu lalang memenuhi jalanan sempit
sekitar kampus. Dan terakhir ku dengar petugas rentalan itu menegur mereka
“jadi di print tidak? Sudah mau masuk itu jam kalian. Dosen kalian juga killer
kan?” tegurnya.
Aku
hanya melihat sorot kemenangan dari gadis berkerudung itu, dan kekecewaan dari
wajah gadis berkerudung merah. Mesin printer sudah berjalan. Disusul
dengan seruan mesin photocopy yang membawa diriku hanyut di perkosa tinta-tinta
hitam terkutuk itu. Perlahantapi pasti, diriku sudah terpenuhi noda itu, bahkan
hanya beberapa ruang sempit yang mungkin siap menunggu perkosaan-perkosaan dari
pena mahasiswa lainnya.
Nafas
menderu itu memenuhi ruangan itu, dan aku melihat dari beberapa baris teman
sejawatku, ruangan ini tak terlalu penuh. Hanya beberapa mahasiswa dan
mahasiswi saja yang memenuhi barisan belakang. Kedua mahasiswa yang membawaku
memindah tangankan diriku ke beberapa mahasiswa lain. dan dalam waktu singkat,
diskusi pun sudah berjalan dengan lancar. Sungguh duka meliputi diri,
berkali-kali tinta-tinta jahannam itu mengoyak tubuhku, dari depan, belakang,
kanan kiri, setiap jengkal dari tubuhku yang masi kosong di koyaknya. Tak
berperikemanusiaan sama sekali yang memegangku. Sesuka hatinya ia perlakukanku.
Suara-suara itu perlahan menghilang, hanya sepi sunyi kembali memenuhi ruangan.
Dosen itu menutup acara perkuliahan, dan perlahan tapi pasti beberapa orang
mulai mengayunkan kaki keluar ruangan. Terkutuk mahasiswa itu, setelah aku di
koyak dengan penanya, aku di buang begitu saja. Terhempas di antara butiran
debu, terinjak ternodai tersakiti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar