ILMU ASBAB WURUDIL HADIST
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hadist atau as-Sunah merupakan salah satu
sumber ajaran Islam yang menduduki posisi sangat segnifikan ,baik secara
structural maupun fungsional. Secara Stuktural menduduki posisi kedua setelah
al-Qur;an, namun jika dilihat secara fungsional, ia merupakan bayan (ekplanasi)
terhadap ayat ayat al-Qur’an yang bersifat ‘am (umum), mujmal (global)
atau mutlaq. Secara tersirat al-Qur’an pun mendukung ide tersebut
.Adanya perintah adanya Nabi SAW menjelaskan kepada umat manusia mengenai Alqur’an,
baik melalui ucapan perbuatan atau taqrirnya. Hal itu dapat diartikan bahwa hadist
berfungsi bahwa sebagai bayan (penjelas) terhadap al-Qur’an
Ketika kita memahami suatu hadist, tidak cukup
hanya melihat teks hadist nya saja . Khususnya ketika hadist mempunyai asbabul
wurud, melainkan kita harus melihat konteksnya. Ketika kita ingin menggali
pesan moral dari suatu hadist, perlu memperhatikan historisitasnya, kepada
siapa hadist itu disampaikan Nabi, dalam kondisi sosiokultural yang bagaimana
Nabi waktu menyampaikannya (baca :asbabul wurud)seseorang akan kesulitan
dalam menangkap dan memahami makna suatu hadist,bahkan ia dapat terperosok ke
dalam pemahaman yang keliru. Itulah mengapa asbabul wurud menjadi sangat
penting dalam diskursus ilmu hadist seperti pentingnya asbabun nuzul dalam
Alqur’an. Dalam makalah kali ini akan di bahas mengenai ilmu Asbab Wurudil
Hadist.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian Asbabul wurud?
2.
Apasaja macam-macam Asbabul Wurud?
3.
Apasaja urgensi dan signifikansi Asbaul wurud?
4.
Apasaja kitab kitab yang berbicara tentang Asbabul wurud?
5.
Bagaimana contoh hadist beserta Asbaul Wurudnya?
II.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Asbabul Wurud
Secra etimologis, “asbabul wurud” merupakan susunan idhofah
yang berasal dari kata asbab dan al-wurud. Kata asbab adalah
bentuk jamak dari kata sebab yang berarti segala sesuatu yang dapat menghubungkan
kepada sesuatu yang lain. Atau penyebab terjadinya sesuatu. Sedangkan pada kata
“wurud” merupakan bentuk isim masdar (kata benda yang abstrak
dari warada, yaridu, wurudan yang berarti datang atau sampai.[1]
Secara terminologi menurut As-suyuti asbabul wurud diartikan
sebagai berikut:“sesuatu yang menjadi metode untuk menentukan maksud suatu
hadits yang bersifat umum, khusus, mutlak, muqoyyad, dan untuk menentukan ada
dan tidaknya naskh (pembatalan) dalam suatu hadits”.(Musnad Ahmad: VI/3) Jika
diteliti secara kritis pendefinisian As-suyuti lebih mengacuh kepada fungsi asbab
wurudul hadits yakni, untuk menentukan tahsish (pengkhususan) dari
yang ‘amm (umum), membatasi yang mutlak, serta untuk menentukan ada dan
tidaknya naskh dan mansukh dalam suatu hadits dan lain sebagainya.
Menurut Hasbi as-sidiqi Ilmu Asbab Alwurud adalah Ilmu yang menerangkan
pendapat sebab-sebab Nabi SAW menuturkan sabdanya dan masa-masa Nabi SAW menuturkannya”
(Imam Malik, dalam kitab Al-jumah: 1/102). Sedangkan
menurut sebagian ulama pengertian asbabul wurud merupakan “Sesuatu (baik
berupa peristiwa-peristiwa atau pertanyaan-pertanyaan) yang terjadi pada waktu
hadits itu di disabdakan oleh Nabi SAW”.(Al-bukhori kitab mawakit
as-sholah: 1/346).
Jadi dari ketiga definisi tersebut dapat ditarik benang merah
bahwasannya asbabul wurud adalah konteks historisitas, baik berupa
peristiwa peristiwa atau pertanyaan yang terjadi pada saat hadist itu
disampaikan oleh Nabi SAW. Ia dapat berfungsi sebagai pisau analisis untuk
menentukan apakah hadist itu bersifat umum atau khusus ,naskh atau mansukh dsb.
Dengan demikian asbabul wurud bukanlah sebagai tujuan ,melainkan sebagai
sarana untuk memperoleh ketepatan makna dalam memahami pesan moral suatu
hadist.
B.
Macam-macam Asbabul Wurud
Menurut Imam As-Suyuthi
asbabul wurud itu dapat dikategorikan menjadi tiga macam, yaitu: 1) sebab yang
berupa ayat al-Qur’an, 2) sebab yang berupa Hadits itu sendiri 3) sebab yang
berupa sesuatu yang berkaitan dengan para pendengar dikalangan sahabat.[2]
1.
Sebab
yang berupa ayat al-Qur’an. Artinya di
sini ayat al-Qur’an itu menjadi penyebab Nabi SAW. Mengeluarkan sabdanya.
Contohnya antara lain firman Allah Swt. Yang berbunyi :
الَّذِينَ آمَنُوا
وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الأمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ
Artinya: “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman
mereka dengan kezaliman (syirik), mereka Itulah yang mendapat keamanan dan
mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. (Q.S. Al-An’am: 82)
Ketika
itu sebagian sahabat memahami kata “azh-zhulmu” yang berarti
berbuat aniaya atau melanggar aturan. Nabi SAW Kemudian memberikan penjelasan
bahwa yang dimaksud “azh-zhulmu” dalam firman tersebut adalah asy-syirku
yakni perbuatan syirik, sebagaimana yang disebutkan dalam surat
al-Luqman:
إِنَّ الشِّرْكَ
لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
Artinya:, Sesungguhnya Syirik itu kezaliman yang besar”. (Q.S al-Luqman: 13)
2.
Sebab
yang berupa Hadits. Artinya pada
waktu itu terdapat suatu hadis, namun sebagian sahabat merasa kesulitan
memahaminya, maka kemudian muncul hadis lain yang memberikan penjelasan
terhadap Hadits tersebut. Contoh adalah Hadits yang berbunyi:
إن لله تعالى
ملائكة في الأرض ينطق على ألسنة بني أدم بما في المرء من خير أو شر
“Sesungguhnya Allah SWT memiliki para malaikat di bumi, yang dapat
berbicara melalui mulut manusia mengenai kebaikan dan keburukan seseorang.” (HR. Hakim)
Dalam memahami Hadits tersebut,
ternyata para sahabat merasa kesulitan, maka mereka bertanya: Ya Rasul !,
Bagaimana hal itu dapat terjadi? Maka Nabi SAW menjelaskan lewat sabdanya yang
lain sebagaimana Hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik. Suatu ketika
Nabi SAW bertemu dengan rombongan yang membawa jenazah. Para sahabat kemudian
memberikan pujian terhadap jenazah tersebut, seraya berkata: “Jenazah itu
baik”. Mendengar pujian tersebut, maka Nabi berkata: “wajabat” (pasti
masuk surga) tiga kali. Kemudian Nabi SAW bertemu lagi dengan rombongan yang
membawa jenazah lain. Ternyata para sahabat mencelanya, seraya berkata: “Dia
itu orang jahat”. Mendengar pernyataan itu, maka Nabi berkata: “wajabat”.
(pasti masuk neraka).
Ketika mendengar komentar Nabi SAW yang demikian, maka para sahabat
bertanya: “Ya rasul !, mengapa terhadap jenazah pertama engkau ikut memuji,
sedangkan terhadap jenazah kedua tuan ikut mencelanya. Engkau katakan kepada
kedua jenazah tersebut: “wajabat” sampai tiga kali. Nabi menjawab: ia
benar. Lalu Nabi berkata kepada Abu Bakar, wahai Abu Bakar sesungguhnya Allah
SWT memiliki para malaikat di bumi. Melalui mulut merekalah, malaikat akan
menyatakan tentang kebaikan dan keburukan seseorang. (HR. Al-Hakim dan
Al-Baihaqi)
Dengan demikian, yang dimaksud
dengan para malaikat Allah di bumi yang menceritakan tentang kebaikan keburukan
seseorang adalah para sahabat atau orang-orang yang mengatakan bahwa jenazah
ini baik dan jenzah itu jahat.
3.
Sebab yang berupa perkara yang berkaitan dengan para pendengar
dikalangan sahabat,[3]
Sebagai contoh adalah persoalan yang
berkaitan dengan sahabat Syuraid Bin Suwaid ats-Tsaqafi. Pada waktu Fath
makkah (pembukaan kota makkah) beliau pernah datang kepada nabi SAW seraya
berkata: “Saya Bernazar Akan Shalat Dibaitul Maqdis”. Mendengar
pernyataan sahabat tersebut, lalu Nabi bersabda: “Shalat Di Sini, yakni
masjidil haram itu lebih utama”. Nabi SAW lalu bersabda: “Demi Dzat yang
Jiwaku Berada dalam kekuasaan-Nya, seandainya kamu shalat disini (Masjid
Al-Haram Makkah), maka sudah mencukupi bagimu untuk memnuhi nazarmu”.
Kemudian Nabi SAW, bersabda lagi: “Shalat Dimasjid Ini, Yaitu Masjid
Al-Haram Itu Lebih Lebih Utama Dari Pada 100 000 Kali Shalat Di Selain
Masjid Al-Haram”. (H.R. Abdurrazzaq Dalam Kitab Al-Mushannafnya).[4]
C.
Urgensi dan Signifikansi Asbaul Wurud
Asbabul wurud mempunyai peranan yang
sangat penting dalam rangka memahami suatu hadis. Sebab biasanya hadis yang
disampaikan oleh Nabi bersifat kasuistik, kultural, bahkan temporal.[5]
Oleh karenanya, memperhatikan konteks historisitas munculnya hadis sangat
penting, karena paling tidak akan menghindarkan kesalahpahaman dalam menangkap
maksud suatu hadis.Sedemikian rupa sehingga kita tidak terjebak pada teksnya
saja, sementara konteksnya kita abaikan. Pemahaman hadis yang mengabaikan
peranan asbabul wurud akan cenderung bersifat kaku, terkadang juga kurang
akomodatif[6]
terhadap perkembangan zaman.
Adapun urgensi asbabul wurud menurut imam as-Suyuthi antara lain
untuk:
1. Menentukan adanya
takhsish (kekhususan) hadis yang bersifat umum.
2. Membatasi pengertian
hadis yang masih mutlak (makna yang sebenarnya).
3. Mentafshil (merinci)
hadis yang masih bersifat global.
4. Menentukan ada atau
tidak adanya nash-mansukh dalamsuatu hadis.
5. Menjelaskan ‘illat
(sebab-sebab) ditetapkannya suatu hukum.
6. Menjelaskan maksud
suatu hadis yang masih musykil (sulit dapahami)
Sebagai ilustrasi, akan diberikan beberapa contoh mengenai fungsi asbabul
wurud hadis, yaitu untuk menentukan adanya takhsish terhadap suatu
hadis yang ‘am, misalnya hadis yang berbunyi:
صلاة القاعد على
النصف من صلاة القائم
“shalat
orang yang sambil duduk pahalanya separoh dari orang yang sholat sambil
berdiri.” (H.R. Ahmad)
Pengertian “shalat” dalam hadits
tersebut masih bersifat umum. Artinya dapat berarti shalat fardhu dan sunnat.
Jika ditelusuri melalui asbabul wurudnya, maka akan dapat dipahami bahwa yang
dimaksud “shalat” dalam hadis itu adalah shalat sunnat, bukan shalat fardhu.
Inilah yang dimaksud dengan takhshish, yaitu menentukan kekhususan suatu hadits
yang bersifat umum, dengan memperhatikan konteks asbabul wurud.[7]
Asbabul wurud hadits tersebut adalah
bahwa ketika itu dimadinah dan penduduknya sedang terjangkit suatu wabah
penyakit. Maka kebanyakan para sahabat lalu melakukan shalat sunnah sambil
duduk. Pada waktu itu, nabi kebetulan datang dan tahu bahwa mereka suka
melakukan shalat sunnat tersebut sambil duduk. Maka nabi kemudian bersabda :”
shalat orang yang sambil duduk pahalanya separuh dari orang yang shalat dengan
berdiri”. Mendengar pernyataan nabi tersebut, akhirnya para sahabat yang
tidak sakit memilih shalat sunnat sambil berdiri.
Dari
penjelasan asbabul wurud tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud
dengan “shalat” dalam hadis itu adalah shalat sunnat. Pengertiannya adalah
bahwa bagi orang yang sesungguhnya mampu melakukan shalat sunnah sambil duduk,
maka ia akan mendapat pahala separuh dari orang shalat sunnat dengan beridiri.
Dengan
demikian, apabila seseorang memang tidak mampu melakukan shalat sambil berdiri mungkin
dikarenakan sakit, baik shalat fardhu atau shalat sunnat, lalu ia memilih
shalat dengan duduk, maka ia tidak termasuk orang yang disebut dalam hadis
tersebut. Maka pahala orang itu tetap penuh bukan separuh, sebab ia termasuk
golongan orang yang memang boleh melakukan rukhshah atau keringanan
syari’at.
Adapun contoh mengenai asbabul wurud yang berfungsi untuk
membatasi pengertian yang mutlak adalah hadis yang artinya berbunyi:
“ Barang
siapa melakukan suatu sunnah hasanah (tradisi atau perilaku yang baik), lalu
sunnah itu diamalkan orang-orang sesudahnya, maka ia akan mendapatkan pahalanya
seperti pahala yang mereka lakukan, tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun.
Demikian pula sebaliknya, barang siapayang melakukan suatu sunnah sayyi’ah
(tradisi atau perilaku yang buruk) lalu diikuti orang-orang sesudahnya, maka ia
akan ikut mendapatkan dosa mereka, tanpa mengurangi sedikitpun dari dosa yang
mereka peroleh.” (H.R. Muslim)
Kata “sunnah” masih bersifat
mutlak, artinya belum dijelaskan oleh pengertian tertentu. Ia dapat berarti
sunnah hasanah (perilaku yang baik) dan sunnah sayyi’ah (perilaku yang
jelek). Sunnah merupakan kata yang mutlaq baik yang mempunyai dasar
pijakan agama atau tidak.[8]
Asbabul wurud dari hadis tersebut
adalah ketika itu Nabi SAW sedang bersama-sama sahabat. Tiba tiba datanglah
sekelompok orang yang kelihatan sangat susah dan kumuh. Ternyata mereka adalah
orang-orang miskin. Melihat fenomena itu, Nabi SAW wajahnya menjadi merah,
karena merasa empati, iba dan kasihan. Beliau lalu memerintahkan kepada sahabat
yang bernama bilal agar mengumandangkan adzan dan iqamah untuk melakukan shalat
jama’ah. Setelah selesai jama’ah shalat, Nabi SAW kenudian berpidato, yang inti
pidatonya adalah menganjurkan agar bertaqwa kepada Allah SWT dan mau
menginfaqkan sebagian hartanya untuk sekelompok orang-orang miskin tersebut.
Mendengar anjuran itu, maka salah
seorang dari sahabat Anshar lalu keluar membawa satu kantong bahan makanan dan
diberikan kepada mereka. Ternyata yang dilakukan oleh Anshar itu kemudian
diikuti oleh para sahabat yang lain. Maka kemudian Nabi bersabda :
من سن سنة حسنة … الحديث
Dari asbabul wurud tersebut,
as-Suyuthi menyimpulkan bahwa yang dimaksud sunnah dalam hadits tersebut
adalah sunnah yang baik.
Adapun cara mengetahui asbabul
wurudnya sebuah hadits adalah dengan melihat aspek riwayat atau sejarah
yang berkaitan dengan peristiwa wurudnya hadis, sebab-sebab wurudnya hadis, ada
yang sudah tercantum pada matan (isi)
hadis itu sendiri, ada yang tercantum pada matan hadits lain. Jika dalam
hal ini tidak tercantum, maka ditelusuri melalui riwayat atau sejarah atas
dasar pemberitaan para sahabat.[9]
D.
Kitab Kitab Yang Berbicara Tentang Asbabul Wurud
Ilmu mengenai asbabul wurud
al-hadis ini sebenarnya telah ada sejak zaman sahabat. Hanya saja ilmu ini
belum tersusun secara sistematis dalam suatu bentuk kitab-kitab. Demikian
kesimpulan as-Suyuthi dalam al-Luma’ fi Asbabi wurud al-hadis. Namun
kemudian, seiring dengan perkembangan dunia keilmuan waktu itu, ilmu asbab
al-wurud menjadi berkembang. Para ulama ahli hadis merasakan perlunya
disusun suatu kitab secara tersendiri mengenai asbabul wurud.
Adapun kitab-kitab yang banyak
berbicara mengenai asbabul wurud antara lain adalah:
1.
Asbabu
wurud al-Hadis karya Abu hafash al-Ukbari guru dari Al Qodli Abu Ya’la Muhammad
Ibnu Husain al Farra’ Al Hambali (w. 339 H.), namun sayang kitab tersebut tidak
dapat sampai ke tangan kita.
2.
Asbabu
wurud al-hadis karya Abu Hamid Abdul Jalil Al-Jabari. Kitab tersebut juga tidak
sempat sampai ketangan kita.
3.
Asbabu
Wurud al-Hadis atau yang disebut juga al-Luma’ fi Asbab Wurudil hadis, karya
Jalaluddin Abdurrahman as-Suyuthi. Kitab tersebut sudah ditahqiq oleh Yahya
Ismail Ahmad.
4.
Al-Bayan
wa at-Ta’rif Asbabu Wurudil Hadist Syarif karya Ibnu Hamzah Al-Husaini
ad-Damasyqi (w.1110 H.) Kitab ini disusun menurut huruf abjad dan telah
berkembang dalam masyarakat. Kitab ini telah dicetak pada tahun 1329 dalam dua
juz besar.[10]
E.
Contoh Hadist Beserta Asbaul Wurudnya
Contoh: tentang Syafa’at
أتاني أتٍ من عند
ربيّ فخَيَّرَنيِ بيْنَ أن يُدْخِلَ نصف ّأمتي الجنة و بين الشفاعة
Artinya: telah datang kepadaku Malaikat dari Tuhanku azza wazalla
yang menyuruh aku memilih diantara separuh umatku masuk surga atau syafa’at.
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari
Abu Musa Al-‘As’ari menurut penilaian Al-Haitsami, orang orang yang
meriwayatkan hadits ini adalah tsiqat (dapat dipercaya)
Asbabul wurud
Dijelaskan dalam musnad imam ahmad
bersumber dari abu Musa Al-‘As’ari : kami telah bertempur melawan musuh bersama
Nabi SAW kemudian kami bersama beliau turun untuk istirahat. Pada suatu malam
aku terbangun, namun beliau tidak ada . aku mencari tetapi yang muncul adalah
seorang sahabat yang juga mencari beliau . untunglah tiba-tiba Nabi datang
menuju kami seraya bersabda; Engkau berada di daerah perang, maka jika engkau
akan pergi karena suatu keperluan, katakanlah kepada yang lainnya sehingga ia
menemanimu. Kemudian Rasulullah bercerita : aku telah mendengar suara seperti gemuruhnya
suara lebah dan datanglah seorang malaikat yang menyuruh aku dst.KeteranganYang
datang kepada nabi adalah malaikat pembawa kabar gembira yang menerangkan bahwa
nabi boleh memilih diantara dua yang beliau sukai yakni separuh umatnya masuk
surga atau hak syafaat. Beliau memilih syafaat sehingga seluruh umat beliau
akan masuk surga asalkan tidak berbuat syirik.
Tentang Konsentrasi
إذا كتبت فَضعْ
قلمك على اذُنِكَ فإنّه أَذْكر لك
Artinya jika engkau menulis letakkan
penamu diatas telingamu sebab dengan demikian engkau lebih ingat.Diriwayatkan oleh al khatib dalam tarikhnya dari anas bin malik Asbabul
wurudnya adalah kata anas, muawiyah salah satu seorang penulis wahyu jika ia
lengah atau lupa mencatat wahyu yang diterimanya dari nabi ia meletakkan
penanya kedalam mulutnya. Maka bersabdalah rasulullah: jika engkau menulis,
letakkan penamu di telingamu. Jadi hadits ini mengisyaratkan perlunya persiapan
dan pemusatan pikiran di saat menulis dan mempelajari ilmu.
III.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Ilmu Asbab Wurud al-Hadis adalah cabang ilmu
hadis yang menerangkan sebab-sebab nabi Muhammad SAW menuturkan sabdanya dan
masa-masanya Nabi munuturkan itu . As-Suyuti menuturkan bahwa pengertian dari
ilmu ini adalah sesuatu yang membatasi arti suatu hadis, baik berkaitan arti
umum atau arti khusus, mutlaq atau muqoyyat, dinasakhkan dan seterusnya, atau
suatu arti yang dimaksud sebuah hadis saat kemunculannya Dari pengerian diatas
dapat dibawa pada sebuah pengertian bahwa ilmu Asbab wurud al-hadis adalah ilmu
yang membicarakan sebab-sebab, atau kejadian yang melatar belakangi nabi
Muhammad mengeluarkanhadis. Menurut As-suyuthi ada tiga metode dalam mengetahui
asbabul wurud
1. Dengan
mengetahui sebab yang berupa ayat Al-Quran
2. Sebab yang
berupa hadits itu send
3. Sebab yang
berupa sesuatu yang berkaitan dengan para pendengar dikalangan sahabat.
Al muhaddits
As Sayyid Ibrahim bin Muhammad bin Kamaluddin yang terkenal dengan gelar ibnu
hamzah al Husainy(1054-1120 H) mengarang kitab asbab wurud hadits yang di beri
nama al bayan wat ta’rif asbabil wurudil haditsisy syarif. Kitab yang di susun
secara al fabetis ini di cetak pada tahun 1329 H. di halab dalam 2 juz besar.
B.
Penutup
Demikian makalah
ini yang dapat kami paparkan mengenai ILMU
ASBAB ALWURUD Pepatah Arab
mengatakan "الإنسان محل الخطاء و النسيان" yang
berarti “Manusia adalah tempatnya salah dan lupa”.Begitu pula dengan penulisan
makalah ini. Tentunya
masih banyak kekurangan dan kelemahan karena terbatasnya pengetahuan kami dan
kurangnya rujukan atau referensi. Penulis berharap pembaca budiman dapat
memberikan kritik dan saran yang konstruktif kepada pemakalah demi sempurnanya
makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca budiman.
Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Husin Munawwar,Said Agil.Mustaqin, Abdul Asbabul Wurud Yogyakarta: Pustaka Pelajar
2001.
Suparta,Munzier, Ilmu Hadits, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2008.
Soetari,Endang, Ilmu Hadits, Bandung:
Amal Bakti Press, 1997.
Daryanto,Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Surabaya: Apolo, 1994.
[1]
Prof. Dr. H. Said Agil Husin Munawwar, MA, Abdul Mustaqim, M.Ag, Asbabul
Wurud (Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2001),hlm 7.
[2]
Prof. Dr. H. Said Agil Husin Munawwar, MA, Abdul Mustaqim, M.Ag, Asbabul
Wurud,hlm 9.
[4]
Munzier Suparta, Ilmu Hadits hlm.
9-12.
[5]
Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia ) kasuistik; sebab sebab
kasus tertentu. Kultural; sesuatu yang berhubungan dengan kebudayaan.temporal;
sesuatu yang berkenaan dengan waktu.
[6]
Akomodatif;bersifat dapat menyesuaikan diri.
[7]
Munzier Suparta, Ilmu Hadits, hlm.13-17.
[8]
Prof. Dr. H. Said Agil Husin Munawwar, MA, Abdul Mustaqim, M.Ag, Asbabul
Wurud,hlm 16-17.
[9]
Endang Soetari, Ilmu Hadits, (Bandung: Amal Bakti Press, 1997), hlm 211.
[10]
Prof. Dr. T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Pokok Pokok Ilmu Diroyah Hadist (2),(Jakarta:
PT Bulan Bintang 1994),hlm 296.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar