Selamat Datang di Blog Wanita Sosial(ita), Semoga Bermanfaat

Senin, 06 Oktober 2014

Asbabul Wurud Hadist



ILMU ASBAB WURUDIL HADIST






                        I.          PENDAHULUAN
A.       Latar Belakang
Hadist atau as-Sunah merupakan salah satu sumber ajaran Islam yang menduduki posisi sangat segnifikan ,baik secara structural maupun fungsional. Secara Stuktural menduduki posisi kedua setelah al-Qur;an, namun jika dilihat secara fungsional, ia merupakan bayan (ekplanasi) terhadap ayat ayat al-Qur’an yang bersifat ‘am (umum), mujmal (global) atau mutlaq. Secara tersirat al-Qur’an pun mendukung ide tersebut .Adanya perintah adanya Nabi SAW menjelaskan kepada umat manusia mengenai Alqur’an, baik melalui ucapan perbuatan atau taqrirnya. Hal itu dapat diartikan bahwa hadist berfungsi bahwa sebagai bayan (penjelas) terhadap al-Qur’an
Ketika kita memahami suatu hadist, tidak cukup hanya melihat teks hadist nya saja . Khususnya ketika hadist mempunyai asbabul wurud, melainkan kita harus melihat konteksnya. Ketika kita ingin menggali pesan moral dari suatu hadist, perlu memperhatikan historisitasnya, kepada siapa hadist itu disampaikan Nabi, dalam kondisi sosiokultural yang bagaimana Nabi waktu menyampaikannya (baca :asbabul wurud)seseorang akan kesulitan dalam menangkap dan memahami makna suatu hadist,bahkan ia dapat terperosok ke dalam pemahaman yang keliru. Itulah mengapa asbabul wurud menjadi sangat penting dalam diskursus ilmu hadist seperti pentingnya asbabun nuzul dalam Alqur’an. Dalam makalah kali ini akan di bahas mengenai ilmu Asbab Wurudil Hadist.
B.       Rumusan Masalah
1.    Apa pengertian Asbabul wurud?
2.    Apasaja macam-macam Asbabul Wurud?
3.    Apasaja urgensi dan signifikansi Asbaul wurud?
4.    Apasaja kitab kitab yang berbicara tentang Asbabul wurud?
5.    Bagaimana contoh hadist beserta Asbaul Wurudnya?




                     II.            PEMBAHASAN
A.       Pengertian Asbabul Wurud
Secra etimologis, “asbabul wurud” merupakan susunan idhofah yang berasal dari kata asbab dan al-wurud. Kata asbab adalah bentuk jamak dari kata sebab yang berarti segala sesuatu yang dapat menghubungkan kepada sesuatu yang lain. Atau penyebab terjadinya sesuatu. Sedangkan pada kata “wurud” merupakan bentuk isim masdar (kata benda yang abstrak dari warada, yaridu, wurudan yang berarti datang atau sampai.[1]
Secara terminologi menurut As-suyuti asbabul wurud diartikan sebagai berikut:“sesuatu yang menjadi metode untuk menentukan maksud suatu hadits yang bersifat umum, khusus, mutlak, muqoyyad, dan untuk menentukan ada dan tidaknya naskh (pembatalan) dalam suatu hadits”.(Musnad Ahmad: VI/3) Jika diteliti secara kritis pendefinisian As-suyuti lebih mengacuh kepada fungsi asbab wurudul hadits yakni, untuk menentukan tahsish (pengkhususan) dari yang ‘amm (umum), membatasi yang mutlak, serta untuk menentukan ada dan tidaknya naskh dan mansukh dalam suatu hadits dan lain sebagainya. Menurut Hasbi as-sidiqi Ilmu Asbab Alwurud adalah Ilmu yang menerangkan pendapat sebab-sebab Nabi SAW menuturkan sabdanya dan masa-masa Nabi SAW menuturkannya” (Imam Malik, dalam kitab Al-jumah: 1/102). Sedangkan menurut sebagian ulama pengertian asbabul wurud merupakan “Sesuatu (baik berupa peristiwa-peristiwa atau pertanyaan-pertanyaan) yang terjadi pada waktu hadits itu di disabdakan oleh Nabi SAW”.(Al-bukhori kitab mawakit as-sholah: 1/346).
Jadi dari ketiga definisi tersebut dapat ditarik benang merah bahwasannya asbabul wurud adalah konteks historisitas, baik berupa peristiwa peristiwa atau pertanyaan yang terjadi pada saat hadist itu disampaikan oleh Nabi SAW. Ia dapat berfungsi sebagai pisau analisis untuk menentukan apakah hadist itu bersifat umum atau khusus ,naskh atau mansukh dsb. Dengan demikian asbabul wurud  bukanlah sebagai tujuan ,melainkan sebagai sarana untuk memperoleh ketepatan makna dalam memahami pesan moral suatu hadist.


B.       Macam-macam Asbabul Wurud
Menurut Imam  As-Suyuthi asbabul wurud itu dapat dikategorikan menjadi tiga macam, yaitu: 1) sebab yang berupa ayat al-Qur’an, 2) sebab yang berupa Hadits itu sendiri 3) sebab yang berupa sesuatu yang berkaitan dengan para pendengar dikalangan sahabat.[2]
1.    Sebab yang berupa ayat al-Qur’an. Artinya di sini ayat al-Qur’an itu menjadi penyebab Nabi SAW. Mengeluarkan sabdanya. Contohnya antara lain firman Allah Swt. Yang berbunyi :
الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الأمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ
Artinya: “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka Itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. (Q.S. Al-An’am: 82)
                        Ketika itu sebagian sahabat memahami kata “azh-zhulmu”  yang berarti berbuat aniaya atau melanggar aturan. Nabi SAW Kemudian memberikan penjelasan bahwa yang dimaksud “azh-zhulmu” dalam firman tersebut adalah asy-syirku yakni perbuatan syirik, sebagaimana yang disebutkan  dalam surat al-Luqman:                     
إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
Artinya:, Sesungguhnya Syirik itu kezaliman yang besar”. (Q.S al-Luqman: 13)
2.   Sebab yang berupa Hadits. Artinya pada waktu  itu terdapat suatu hadis, namun sebagian sahabat merasa kesulitan memahaminya, maka kemudian muncul hadis lain yang memberikan penjelasan terhadap Hadits tersebut. Contoh adalah Hadits yang berbunyi:
إن لله تعالى ملائكة في الأرض ينطق على ألسنة بني أدم بما في المرء من خير أو شر
“Sesungguhnya Allah SWT memiliki para malaikat di bumi, yang dapat berbicara melalui mulut manusia mengenai kebaikan dan keburukan seseorang.” (HR. Hakim)
Dalam memahami Hadits tersebut, ternyata para sahabat merasa kesulitan, maka mereka bertanya: Ya Rasul !, Bagaimana hal itu dapat terjadi? Maka Nabi SAW menjelaskan lewat sabdanya yang lain sebagaimana Hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik. Suatu ketika Nabi SAW bertemu dengan rombongan yang membawa jenazah. Para sahabat kemudian memberikan pujian terhadap jenazah tersebut, seraya berkata: “Jenazah itu baik”. Mendengar pujian tersebut, maka Nabi berkata: “wajabat” (pasti masuk surga) tiga kali. Kemudian Nabi SAW bertemu lagi dengan rombongan yang membawa jenazah lain. Ternyata para sahabat mencelanya, seraya berkata: “Dia itu orang jahat”. Mendengar pernyataan itu, maka Nabi berkata: “wajabat”. (pasti masuk neraka).
Ketika mendengar komentar Nabi SAW yang demikian, maka para sahabat bertanya: “Ya rasul !, mengapa terhadap jenazah pertama engkau ikut memuji, sedangkan terhadap jenazah kedua tuan ikut mencelanya. Engkau katakan kepada kedua jenazah tersebut: “wajabat” sampai tiga kali. Nabi menjawab: ia benar. Lalu Nabi berkata kepada Abu Bakar, wahai Abu Bakar sesungguhnya Allah SWT memiliki para malaikat di bumi. Melalui mulut merekalah, malaikat akan menyatakan tentang kebaikan dan keburukan seseorang. (HR. Al-Hakim dan Al-Baihaqi)
Dengan demikian, yang dimaksud dengan para malaikat Allah di bumi yang menceritakan tentang kebaikan keburukan seseorang adalah para sahabat atau orang-orang yang mengatakan bahwa jenazah ini baik dan jenzah itu jahat.
3.   Sebab yang berupa perkara yang berkaitan dengan para pendengar dikalangan sahabat,[3]
Sebagai contoh adalah persoalan yang berkaitan dengan sahabat Syuraid Bin Suwaid ats-Tsaqafi. Pada waktu Fath makkah (pembukaan kota makkah) beliau pernah datang kepada nabi SAW seraya berkata: “Saya Bernazar Akan Shalat Dibaitul Maqdis”. Mendengar pernyataan sahabat tersebut, lalu Nabi bersabda: “Shalat Di Sini, yakni masjidil haram itu lebih utama”. Nabi SAW lalu bersabda: “Demi Dzat yang Jiwaku Berada dalam kekuasaan-Nya, seandainya kamu shalat disini (Masjid Al-Haram Makkah), maka sudah mencukupi bagimu untuk memnuhi nazarmu”. Kemudian Nabi SAW, bersabda lagi: “Shalat Dimasjid Ini, Yaitu Masjid Al-Haram Itu Lebih Lebih Utama Dari Pada 100 000 Kali Shalat Di Selain Masjid Al-Haram”. (H.R. Abdurrazzaq Dalam Kitab Al-Mushannafnya).[4]


C.    Urgensi dan Signifikansi Asbaul Wurud
Asbabul wurud mempunyai peranan yang sangat penting dalam rangka memahami suatu hadis. Sebab biasanya hadis yang disampaikan oleh Nabi bersifat kasuistik, kultural, bahkan temporal.[5] Oleh karenanya, memperhatikan konteks historisitas munculnya hadis sangat penting, karena paling tidak akan menghindarkan kesalahpahaman dalam menangkap maksud suatu hadis.Sedemikian rupa sehingga kita tidak terjebak pada teksnya saja, sementara konteksnya kita abaikan. Pemahaman hadis yang mengabaikan peranan asbabul wurud akan cenderung bersifat kaku, terkadang juga kurang akomodatif[6] terhadap perkembangan zaman.
Adapun urgensi asbabul wurud menurut imam as-Suyuthi antara lain untuk:
1.    Menentukan adanya takhsish (kekhususan) hadis yang bersifat umum.
2.    Membatasi pengertian hadis yang masih mutlak (makna yang sebenarnya).
3.    Mentafshil (merinci) hadis yang masih bersifat global.
4.    Menentukan ada atau tidak adanya nash-mansukh dalamsuatu hadis.
5.    Menjelaskan ‘illat (sebab-sebab) ditetapkannya suatu hukum.
6.    Menjelaskan maksud suatu hadis yang masih musykil (sulit dapahami)
Sebagai ilustrasi, akan diberikan beberapa contoh mengenai fungsi asbabul wurud hadis, yaitu untuk menentukan adanya takhsish terhadap suatu hadis yang ‘am, misalnya hadis yang berbunyi:
صلاة القاعد على النصف من صلاة القائم
shalat orang yang sambil duduk pahalanya separoh dari orang yang sholat sambil berdiri.” (H.R. Ahmad)
Pengertian “shalat” dalam hadits tersebut masih bersifat umum. Artinya dapat berarti shalat fardhu dan sunnat. Jika ditelusuri melalui asbabul wurudnya, maka akan dapat dipahami bahwa yang dimaksud “shalat” dalam hadis itu adalah shalat sunnat, bukan shalat fardhu. Inilah yang dimaksud dengan takhshish, yaitu menentukan kekhususan suatu hadits yang bersifat umum, dengan memperhatikan konteks asbabul wurud.[7]
Asbabul wurud hadits tersebut adalah bahwa ketika itu dimadinah dan penduduknya sedang terjangkit suatu wabah penyakit. Maka kebanyakan para sahabat lalu melakukan shalat sunnah sambil duduk. Pada waktu itu, nabi kebetulan datang dan tahu bahwa mereka suka melakukan shalat sunnat tersebut sambil duduk. Maka nabi kemudian bersabda :” shalat orang yang sambil duduk pahalanya separuh dari orang yang shalat dengan berdiri”. Mendengar pernyataan nabi tersebut, akhirnya para sahabat yang tidak sakit memilih shalat sunnat sambil berdiri.
Dari penjelasan asbabul wurud tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan “shalat” dalam hadis itu adalah shalat sunnat. Pengertiannya adalah bahwa bagi orang yang sesungguhnya mampu melakukan shalat sunnah sambil duduk, maka ia akan mendapat pahala separuh dari orang shalat sunnat dengan beridiri.
Dengan demikian, apabila seseorang memang tidak mampu melakukan shalat sambil berdiri mungkin dikarenakan sakit, baik shalat fardhu atau shalat sunnat, lalu ia memilih shalat dengan duduk, maka ia tidak termasuk orang yang disebut dalam hadis tersebut. Maka pahala orang itu tetap penuh bukan separuh, sebab ia termasuk golongan orang yang memang boleh melakukan rukhshah atau keringanan syari’at.
Adapun contoh mengenai asbabul wurud yang berfungsi untuk membatasi pengertian yang mutlak adalah hadis yang artinya berbunyi:
  Barang siapa melakukan suatu sunnah hasanah (tradisi atau perilaku yang baik), lalu sunnah itu diamalkan orang-orang sesudahnya, maka ia akan mendapatkan pahalanya seperti pahala yang mereka lakukan, tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Demikian pula sebaliknya, barang siapayang melakukan suatu sunnah sayyi’ah (tradisi atau perilaku yang buruk) lalu diikuti orang-orang sesudahnya, maka ia akan ikut mendapatkan dosa mereka, tanpa mengurangi sedikitpun dari dosa yang mereka peroleh.” (H.R. Muslim)
Kata “sunnah” masih bersifat mutlak, artinya belum dijelaskan oleh pengertian tertentu. Ia dapat berarti sunnah hasanah (perilaku yang baik) dan sunnah sayyi’ah (perilaku yang jelek). Sunnah merupakan kata yang mutlaq baik yang mempunyai dasar pijakan agama atau tidak.[8]
Asbabul wurud dari hadis tersebut adalah ketika itu Nabi SAW sedang bersama-sama sahabat. Tiba tiba datanglah sekelompok orang yang kelihatan sangat susah dan kumuh. Ternyata mereka adalah orang-orang miskin. Melihat fenomena itu, Nabi SAW wajahnya menjadi merah, karena merasa empati, iba dan kasihan. Beliau lalu memerintahkan kepada sahabat yang bernama bilal agar mengumandangkan adzan dan iqamah untuk melakukan shalat jama’ah. Setelah selesai jama’ah shalat, Nabi SAW kenudian berpidato, yang inti pidatonya adalah menganjurkan agar bertaqwa kepada Allah SWT dan mau menginfaqkan sebagian hartanya untuk sekelompok orang-orang miskin tersebut.
Mendengar anjuran itu, maka salah seorang dari sahabat Anshar lalu keluar membawa satu kantong bahan makanan dan diberikan kepada mereka. Ternyata yang dilakukan oleh Anshar itu kemudian diikuti oleh para sahabat yang lain. Maka kemudian Nabi bersabda :
من سن سنة حسنة  … الحديث
Dari asbabul wurud tersebut, as-Suyuthi menyimpulkan bahwa yang dimaksud sunnah dalam hadits tersebut adalah sunnah yang baik.
Adapun cara mengetahui asbabul wurudnya sebuah hadits adalah dengan melihat aspek riwayat atau sejarah yang berkaitan dengan peristiwa wurudnya hadis, sebab-sebab wurudnya hadis, ada yang sudah tercantum pada matan (isi)  hadis itu sendiri, ada yang tercantum pada matan hadits lain. Jika dalam hal ini tidak tercantum, maka ditelusuri melalui riwayat atau sejarah atas dasar pemberitaan para sahabat.[9]
D.    Kitab Kitab Yang Berbicara Tentang Asbabul Wurud
Ilmu mengenai asbabul wurud al-hadis ini sebenarnya telah ada sejak zaman sahabat. Hanya saja ilmu ini belum tersusun secara sistematis dalam suatu bentuk kitab-kitab. Demikian kesimpulan as-Suyuthi dalam al-Luma’ fi Asbabi wurud al-hadis. Namun kemudian, seiring dengan perkembangan dunia keilmuan waktu itu, ilmu asbab al-wurud menjadi berkembang. Para ulama ahli hadis merasakan perlunya disusun suatu kitab secara tersendiri mengenai asbabul wurud.

Adapun kitab-kitab yang banyak berbicara mengenai asbabul wurud antara lain adalah:
1.         Asbabu wurud al-Hadis karya Abu hafash al-Ukbari guru dari Al Qodli Abu Ya’la Muhammad Ibnu Husain al Farra’ Al Hambali (w. 339 H.), namun sayang kitab tersebut tidak dapat sampai ke tangan kita.
2.         Asbabu wurud al-hadis karya Abu Hamid Abdul Jalil Al-Jabari. Kitab tersebut juga tidak sempat sampai ketangan kita.
3.         Asbabu Wurud al-Hadis atau yang disebut juga al-Luma’ fi Asbab Wurudil hadis, karya Jalaluddin Abdurrahman as-Suyuthi. Kitab tersebut sudah ditahqiq oleh Yahya Ismail Ahmad.
4.         Al-Bayan wa at-Ta’rif Asbabu Wurudil Hadist Syarif karya Ibnu Hamzah Al-Husaini ad-Damasyqi (w.1110 H.) Kitab ini disusun menurut huruf abjad dan telah berkembang dalam masyarakat. Kitab ini telah dicetak pada tahun 1329 dalam dua juz besar.[10]
E.     Contoh Hadist Beserta Asbaul Wurudnya
Contoh: tentang Syafa’at
أتاني أتٍ من عند ربيّ فخَيَّرَنيِ بيْنَ أن يُدْخِلَ نصف ّأمتي الجنة و بين الشفاعة
Artinya: telah datang kepadaku Malaikat dari Tuhanku azza wazalla yang menyuruh aku memilih diantara separuh umatku masuk surga atau syafa’at.
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Abu Musa Al-‘As’ari menurut penilaian Al-Haitsami, orang orang yang meriwayatkan hadits ini adalah tsiqat (dapat dipercaya)
Asbabul wurud
Dijelaskan dalam musnad imam ahmad bersumber dari abu Musa Al-‘As’ari : kami telah bertempur melawan musuh bersama Nabi SAW kemudian kami bersama beliau turun untuk istirahat. Pada suatu malam aku terbangun, namun beliau tidak ada . aku mencari tetapi yang muncul adalah seorang sahabat yang juga mencari beliau . untunglah tiba-tiba Nabi datang menuju kami seraya bersabda; Engkau berada di daerah perang, maka jika engkau akan pergi karena suatu keperluan, katakanlah kepada yang lainnya sehingga ia menemanimu. Kemudian Rasulullah bercerita : aku telah mendengar suara seperti gemuruhnya suara lebah dan datanglah seorang malaikat yang menyuruh aku dst.KeteranganYang datang kepada nabi adalah malaikat pembawa kabar gembira yang menerangkan bahwa nabi boleh memilih diantara dua yang beliau sukai yakni separuh umatnya masuk surga atau hak syafaat. Beliau memilih syafaat sehingga seluruh umat beliau akan masuk surga asalkan tidak berbuat syirik.
Tentang Konsentrasi
إذا كتبت فَضعْ قلمك على اذُنِكَ فإنّه أَذْكر لك
Artinya jika engkau menulis letakkan penamu diatas telingamu sebab dengan demikian engkau lebih ingat.Diriwayatkan oleh al khatib dalam tarikhnya dari anas bin malik Asbabul wurudnya adalah kata anas, muawiyah salah satu seorang penulis wahyu jika ia lengah atau lupa mencatat wahyu yang diterimanya dari nabi ia meletakkan penanya kedalam mulutnya. Maka bersabdalah rasulullah: jika engkau menulis, letakkan penamu di telingamu. Jadi hadits ini mengisyaratkan perlunya persiapan dan pemusatan pikiran di saat menulis dan mempelajari ilmu.


















   III.          PENUTUP
A.       Kesimpulan
 Ilmu Asbab Wurud al-Hadis adalah cabang ilmu hadis yang menerangkan sebab-sebab nabi Muhammad SAW menuturkan sabdanya dan masa-masanya Nabi munuturkan itu . As-Suyuti menuturkan bahwa pengertian dari ilmu ini adalah sesuatu yang membatasi arti suatu hadis, baik berkaitan arti umum atau arti khusus, mutlaq atau muqoyyat, dinasakhkan dan seterusnya, atau suatu arti yang dimaksud sebuah hadis saat kemunculannya Dari pengerian diatas dapat dibawa pada sebuah pengertian bahwa ilmu Asbab wurud al-hadis adalah ilmu yang membicarakan sebab-sebab, atau kejadian yang melatar belakangi nabi Muhammad mengeluarkanhadis. Menurut As-suyuthi ada tiga metode dalam mengetahui asbabul wurud
1.    Dengan mengetahui sebab yang berupa ayat Al-Quran
2.    Sebab yang berupa hadits itu send
3.    Sebab yang berupa sesuatu yang berkaitan dengan para pendengar dikalangan     sahabat.                                                                                                                 
Al muhaddits As Sayyid Ibrahim bin Muhammad bin Kamaluddin yang terkenal dengan gelar ibnu hamzah al Husainy(1054-1120 H) mengarang kitab asbab wurud hadits yang di beri nama al bayan wat ta’rif asbabil wurudil haditsisy syarif. Kitab yang di susun secara al fabetis ini di cetak pada tahun 1329 H. di halab dalam 2 juz besar.
B.            Penutup
Demikian makalah ini yang dapat kami paparkan mengenai ILMU ASBAB ALWURUD Pepatah Arab mengatakan ‍"الإنسان محل الخطاء و النسيان" yang berarti “Manusia adalah tempatnya salah dan lupa”.Begitu pula dengan penulisan makalah ini. Tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahan karena terbatasnya pengetahuan kami dan kurangnya rujukan atau referensi. Penulis berharap pembaca budiman dapat memberikan kritik dan saran yang konstruktif kepada pemakalah demi sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca budiman. Amin.




DAFTAR PUSTAKA

Husin Munawwar,Said Agil.Mustaqin, Abdul  Asbabul Wurud Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2001.
Suparta,Munzier,  Ilmu Hadits, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008.
Soetari,Endang, Ilmu Hadits, Bandung: Amal Bakti Press, 1997.
Daryanto,Kamus Besar Bahasa Indonesia, Surabaya: Apolo, 1994.



[1] Prof. Dr. H. Said Agil Husin Munawwar, MA, Abdul Mustaqim, M.Ag, Asbabul Wurud (Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2001),hlm 7.
[2] Prof. Dr. H. Said Agil Husin Munawwar, MA, Abdul Mustaqim, M.Ag, Asbabul Wurud,hlm 9.

[3] Munzier Suparta,  Ilmu Hadits  (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2008), hlm. 38-39.
[4] Munzier Suparta,  Ilmu Hadits hlm. 9-12.
[5] Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia ) kasuistik; sebab sebab kasus tertentu. Kultural; sesuatu yang berhubungan dengan kebudayaan.temporal; sesuatu yang berkenaan dengan waktu.
[6] Akomodatif;bersifat dapat menyesuaikan diri.
[7] Munzier Suparta,  Ilmu Hadits, hlm.13-17.
[8] Prof. Dr. H. Said Agil Husin Munawwar, MA, Abdul Mustaqim, M.Ag, Asbabul Wurud,hlm 16-17.
[9] Endang Soetari, Ilmu Hadits, (Bandung: Amal Bakti Press, 1997), hlm 211.
[10] Prof. Dr. T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Pokok Pokok Ilmu Diroyah Hadist (2),(Jakarta: PT Bulan Bintang 1994),hlm 296.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar